Sejarah dan Perkembangan Bimbingan dan Konseling
Sejarah bimbingan dan konseling di Dunia Internasional
Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan
bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi
industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk
kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di
Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di
SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah
tersebut.
Pada
waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini
diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.
Eli
Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir”
dan membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New
York. Kamite tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam
menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan
kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang
produktif.
Frank
Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American
Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston
Massachussets, yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang
didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk
memberikan pelayanan sebagai koselor.
Bradley
(John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga
tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai
berikut:
Vocational exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja
Metting
Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu agar
meeting memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada
tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
Transisional Professionalism : Tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya profesionalisasi konselor
Situasional
Diagnosis : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada tahapan
ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan
gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.
Di Amerika Serikat
Bimbingan
dimulai pada abad 20 di amerika dengan didirikannya suatu vocational
bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal
dengan nama the father of guidance yang menekankan pentingnya setiap
individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami
berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan
agar dapat dipergunakan secara intelijensi denga memilih pekerjaan yang
terbaik yang tepat bagi dirinya.
Menurut
Arthur E. Trax and Robert D North, dalam bukunya yang berjudul
“Techniques of Guidance”, (1986), disebutkan beberapa kejadian penting
yang mewarnai sejarah bimbingan diantaranya :
1. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Timbul
suatu gerakan kemanusiaan yang menitik beratkan pada kesejahteraan
manusia dan kondisi sosialnya. Geraka ini membantu vocational bureau
Parsons dalam bidang keungan agar dapat menolong anak-anak muda yang
tidak dapat bekerja dengan baik.
2. Agama
Pada rohaniman berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada pertentangan yang secara terus menerus antara baik dan buruk.
3. Aliran kesehatan mental
Timbul
dengan tujuan perlakuan yang manusiawi terhadap penderita penyakit jiwa
dan perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa,
pengobatan, dan pencegahannya, karna ada suatu kesadaran bahwa penyakit
ini bias diobati apabila ditemukan pada tingkat yang lebih dini. Gerakan
ii mendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap masalah-masalah
gangguan kejiwaan, rasa tidak aman, dan kehilangan identitas diantra
anak-anak muda.
4. Perubahan dalam masyarakat
Akibat
dari perang dunia 1 dan 2, pengangguran, depresi, perkembangan IPTEK,
wajib belajar, mendorong beribu-ribu anak untuk masuk sekolah tanpa
mengetahui untuk apa mereka bersekolah. Perubahan masyarakat semacam ini
mendorong para pendidik untuk memperbaiki setiap anak sesuai dengan
kebutuhannya agar mereka dapat menyelesaikan pendidikannya dengan
berhasil.
5. Gerakan mengenal siswa sebagai individu
Gerakan
ini erat sekali kaitannya dengan gerakan tes pengukuran. Bimbingan
diadakan di sekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau
memahami siswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk
mengenal atau memahami siswa secara individual atau pribadi, maka
diciptakanlah berbagai teknik dan instrument diantaranya tes psikologis
dan pengukuran.
Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia
Pelayanan
Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa
perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan
Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi
Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah
mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru
diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975.
Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan
bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun
2001.
Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan
Masa
ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik
untuk mengabdi emi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini,
upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk
memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah
satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang
menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang
bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan
bimbingan.
Dekade 40-an
Dalam
bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai dengan
perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui
pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara
bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan
buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah
yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an
Bidang
pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan
masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan
bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai
kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu
siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964
Lahirnya kurikulum 1968
Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963
Keadaan dia tas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbinga dan konseling disekolah.
Dekade 70-an
Dalam
dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan
legalitas sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama
diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
Pemerataan
kesempatan belajar,Mutu,Relevansi, dan Efisiensi.Pada dekade ini,
bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional.
Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana,
dan dimana bimbingan dan konseling.
Pada
dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama
diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional.
Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V
yang ditandai dengan menuju lepas landas.
Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:
- Penyempurnaan kurikulum
- Penyempurnaan seleksi mahasiswa baru
- Profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
- Penataan perguruan tinggi
- Pelaksnaan wajib belajar
- Pembukaan universitas teruka
- Ahirnya Undang – Undang pendidikan nasional
- Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal, pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi Indonesia, dsb.
Meyongsong era Lepas landas
Era
lepas landas mempunyai makna sebagai tahap pembangunan yang ditandai
dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya
dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan lepas landas ditandai dengan
keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri,
maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh
dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional yang
diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan
zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.
Bimbingan berdasarkan pancasila
Bimbingan
mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan
adalah manusia pancasila dengan cirri-ciri sebagaimana yang terjabar
dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan
dasar Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional.
Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan
ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain.
Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan
mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia
pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas
dari pancasila.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali
dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan
Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun
1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di
Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960.Perkembangan berikutnya tahun 1964
IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung,
IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga
berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan
Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah
Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun
1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan
di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan
guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan
Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya
PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan
Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK
Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen
tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum
jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.
Sampai
tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas,
parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang
bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik
dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah
oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti
bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya
termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan
pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud
No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan
Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan
dan Konseling di sekolah mulai jelas.
dikutip dari : http://belajarpsikologi.com
No comments:
Post a Comment